TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com - Seorang perempuan berusia 22 tahun yang merupakan mantan santriwati melaporkan dugaan pelecehan seksual oleh pimpinan sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di Tasikmalaya. Namun, laporan yang sempat memicu perhatian publik itu akhirnya berujung damai setelah kedua pihak bertemu pada Minggu (19/1/2025) di Ballroom Cordela, Tasikmalaya.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati islah antara pihak korban dan terlapor. Kuasa hukum korban, Buana Yudha, S.H., M.H., menyatakan bahwa persoalan ini diselesaikan dengan rencana pernikahan yang akan segera dilangsungkan.
"Alhamdulillah, kami selaku kuasa hukum korban bersama kuasa hukum terlapor telah bernegosiasi dengan pihak keluarga. Kami berhasil mencapai kesepakatan islah dan perdamaian. Dengan ini, perkara ini dinyatakan selesai," ujar Buana dalam konferensi pers usai pertemuan.
Menurut Buana, kasus ini berawal dari hubungan antara korban dan pimpinan ponpes yang bermula dari niat serius terlapor untuk menikahi korban. Namun, rencana tersebut terkendala oleh keberatan dari pihak keluarga terlapor, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan memicu laporan ke polisi.
"Sejak awal terlapor memang berniat menikahi korban dan sudah datang ke rumah orang tua korban. Namun, sempat ada keberatan dari keluarganya, yang kemudian menjadi akar permasalahan ini," jelas Buana.
Kuasa hukum terlapor, Ecep Nurjamal, membenarkan bahwa permasalahan ini terjadi karena kendala komunikasi antara kedua keluarga. Namun, setelah pertemuan, semua pihak kini sepakat untuk melanjutkan rencana pernikahan.
"Sejak awal, klien kami memang berniat menikahi korban. Alhamdulillah, kesepahaman telah tercapai, dan rencana pernikahan akan segera dilaksanakan," kata Ecep.
Terkait laporan polisi yang telah dilayangkan, Buana menyatakan akan segera mencabut laporan tersebut.
"Kami akan menyelesaikan administrasi pencabutan laporan ke Polres Tasikmalaya Kota pada hari Senin (20/1/2025)," tegasnya.
Sebelumnya, korban melaporkan terlapor atas dugaan pelecehan seksual yang terjadi sejak 2022 hingga 2024. Dalam keterangannya, Buana menyebut korban dipaksa melakukan hubungan badan dengan janji pernikahan yang tak kunjung terwujud. Bahkan, terlapor disebut menggunakan surat nikah siri palsu untuk menutupi perbuatannya.
Kasus ini awalnya terungkap setelah korban diduga mengalami penganiayaan oleh pihak keluarga terlapor saat keduanya bertemu. Laporan tersebut diterima oleh Sat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota dan masih dalam tahap penyelidikan sebelum akhirnya kedua pihak memilih jalur damai.
Kasi Humas Polres Tasikmalaya Kota, Iptu Jajang Kurniawan, membenarkan laporan tersebut.
"Kami sebelumnya telah menerima laporan terkait kejadian ini dan sedang menindaklanjutinya. Namun, dengan adanya kesepakatan damai, kami akan menunggu proses pencabutan laporan oleh pihak pelapor," ujar Iptu Jajang.