Ikuti Kami :

Disarankan:

Mengenal Pendaki FOMO: Tren Baru yang Mengancam Kelestarian Gunung

Senin, 09 Juni 2025 | 08:29 WIB
Watermark
Mengenal Pendaki FOMO: Tren Baru yang Mengancam Kelestarian Gunung. Ilustrasi: NewsTasikmalaya.com.

Gunung seharusnya menjadi tempat menyepi, ruang bernafas yang membawa manusia kembali pada alam. Namun belakangan, jalur-jalur pendakian justru ramai oleh mereka yang datang bukan untuk menikmati alam, melainkan untuk memamerkannya. Fenomena ini melahirkan istilah baru di kalangan pecinta alam: pendaki FOMO.

TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com – Gunung seharusnya menjadi tempat menyepi, ruang bernafas yang membawa manusia kembali pada alam. Namun belakangan, jalur-jalur pendakian justru ramai oleh mereka yang datang bukan untuk menikmati alam, melainkan untuk memamerkannya. Fenomena ini melahirkan istilah baru di kalangan pecinta alam: pendaki FOMO.

FOMO atau Fear of Missing Out, diartikan juga ketakutan akan ketinggalan sesuatu yang sedang tren, kini merambah ke dunia pendakian. Pendaki FOMO adalah mereka yang naik gunung bukan karena kecintaan terhadap alam atau semangat petualangan, melainkan karena ingin "ikut-ikutan" tren yang viral, terutama di media sosial.

“Motivasi mereka bukan karena ingin menyatu dengan alam, tapi karena ingin terlihat keren. Yang penting bisa upload foto di puncak, urusan keselamatan dan konservasi sering diabaikan,” ujar Miftah Rizky, Ketua Forum Komunikasi Pecinta Alam Tasikmalaya (FKPAT), dalam diskusi lingkungan yang digelar di kawasan wisata Arga Hot Spring, Minggu (8/6/2025).

 

Mendaki Tapi Tanpa Persiapan

Fenomena pendaki FOMO ini kian mengkhawatirkan, terutama di jalur Arga menuju Cagar Alam Gunung Talaga Bodas yang belakangan mendadak viral. Jalur yang awalnya sunyi itu kini dipadati para pendaki gaya tektok, atau naik dan turun dalam sehari, tanpa perhitungan matang.

Pendaki FOMO biasanya minim persiapan. Mereka datang tanpa cukup bekal fisik, peralatan yang layak, atau pengetahuan tentang kondisi jalur dan cuaca. Fokus mereka lebih pada kamera, bukan kompas. Sering kali, mereka tersesat atau mengalami cedera karena terlalu gegabah.

Dampak Lingkungan Tak Terelakkan

Kehadiran para pendaki FOMO juga membawa jejak yang tak diinginkan, di antaranya sampah plastik di jalur pendakian, vegetasi yang rusak, dan kebisingan yang mengganggu ekosistem hutan. Hal inilah yang mendorong FKPAT mendesak agar jalur Arga ditutup sementara.

“Lingkungan jadi korban. Mereka datang tanpa tanggung jawab. Padahal Gunung Talaga Bodas adalah kawasan konservasi, bukan tempat wisata biasa,” tegas Miftah.

Ia menambahkan, perilaku pendaki FOMO sangat bertolak belakang dengan semangat konservasi. 

“Indonesia sudah punya payung hukum yang jelas, seperti UU Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi sayangnya, kesadaran masyarakat masih rendah.”

 

Dukung Penutupan, Dorong Edukasi

Pihak Perhutani, sebagai pengelola kawasan hutan, menyambut baik usulan penutupan sementara jalur. Sudrajat Firmansyah, Asper BKPH Tasikmalaya, menyatakan pihaknya akan mengajukan adendum kerja sama untuk menata ulang aktivitas hiking di jalur Arga.

“Kita butuh waktu sekitar satu hingga dua minggu untuk proses ini. Tapi prinsipnya, kami setuju jalur ditutup sementara demi evaluasi dan perbaikan,” ujarnya.

Sementara itu, komunitas pencinta alam dan warga lokal berinisiatif membersihkan jalur pendakian dari sampah yang ditinggalkan. Upaya ini menjadi sinyal bahwa masih ada kepedulian dan harapan, meski tantangannya besar.

 

Mendaki dengan Hati, Bukan Sekadar Gengsi

Pendaki FOMO adalah cerminan zaman, serba cepat, instan, dan haus validasi. Namun gunung bukan tempat untuk menambal eksistensi. Ia adalah ruang belajar, tentang kesabaran, ketangguhan, dan kepedulian.

Mendaki seharusnya dimulai dari hati, bukan dari keinginan untuk pamer. Karena kalau alam sudah rusak, tak akan ada lagi puncak yang layak difoto, hanya kerusakan yang tertinggal.

Editor
Link Disalin