Ikuti Kami :

Disarankan:

Pemangkasan Anggaran Pendidikan Tuai Kritik, Aktivis di Tasikmalaya: Seharusnya Jadi Prioritas

Sabtu, 15 Februari 2025 | 20:06 WIB
Pemangkasan Anggaran Pendidikan Tuai Kritik, Aktivis di Tasikmalaya: Seharusnya Jadi Prioritas
Pemangkasan Anggaran Pendidikan Tuai Kritik, Aktivis di Tasikmalaya: Seharusnya Jadi Prioritas. Foto: Istimewa

Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat berdampak signifikan pada sektor pendidikan.

TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat berdampak signifikan pada sektor pendidikan.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengalami pemotongan anggaran dari Rp33,5 triliun menjadi Rp26,2 triliun, sementara Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) turut terkena pemangkasan sebesar Rp14,3 triliun dari total awal Rp56,4 triliun.  

Efisiensi ini merujuk pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dikeluarkan pada Januari lalu. Namun, langkah ini justru mendapat kritik dari berbagai pihak, terutama dari kalangan aktivis pendidikan di Tasikmalaya. 

Aktivis pendidikan dari Institut Agama Islam Tasikmalaya (IAIT), M Idham Nadhi J, menilai kebijakan ini dapat berdampak buruk terhadap akses dan kualitas pendidikan di Indonesia.  

"Pemangkasan ini bisa menyebabkan biaya pendidikan semakin mahal, sehingga banyak masyarakat yang kesulitan mengakses pendidikan berkualitas," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/2/2025).  

Menurutnya, pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama dalam anggaran negara karena merupakan investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa. Pemotongan anggaran justru bertentangan dengan upaya menciptakan Indonesia Emas 2045, yang membutuhkan SDM unggul dan berpendidikan.  

"Ironisnya, kualitas pendidikan kita masih tertinggal dibanding negara lain. Seharusnya pemerintah memperkuat sektor ini, bukan malah memangkas anggarannya," tambahnya.  

Idham juga menyoroti bahwa jutaan masyarakat di pelosok negeri masih belum mendapatkan akses pendidikan yang layak, sementara banyak sekolah mengalami keterbatasan fasilitas. Selain itu, kesejahteraan tenaga pendidik juga masih jauh dari kata ideal.  

"Banyak sekolah yang masih kekurangan fasilitas dasar, dan ribuan tenaga pendidik hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Jika anggaran pendidikan dikurangi, bagaimana mungkin kita bisa meningkatkan kualitas pendidikan?" tegasnya.  

Padahal, dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945, pemerintah memiliki kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, amanat untuk mencerdaskan rakyat juga tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, alinea keempat.

Idham menilai kebijakan efisiensi ini bertentangan dengan visi pemerintah sendiri. Ia menyarankan agar pemangkasan anggaran lebih difokuskan pada sektor yang kurang prioritas, seperti pengurangan jumlah kementerian dan pejabat negara yang dianggap berlebihan.  

"Daripada memangkas anggaran pendidikan, lebih baik pemerintah mengurangi jumlah kementerian dan pejabat tinggi yang terlalu banyak. Saat ini ada 48 menteri, 56 wakil menteri, serta 5 pejabat setingkat menteri dan pejabat khusus, yang justru membebani anggaran negara," tandasnya. 

Ia menilai kabinet saat ini menjadi salah satu yang terbesar sejak 1966, namun belum tentu lebih efektif dalam mengelola pemerintahan. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan efisiensi ini dan memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi prioritas utama demi masa depan bangsa.

 

Editor
Link Disalin