Ikuti Kami :

Disarankan:

Petani Ciamis Ini Sukses Bertani Organik, Tiga Musim Tanam Tanpa Pupuk Subsidi

Selasa, 18 Februari 2025 | 15:17 WIB
Watermark
Petani Ciamis Ini Sukses Bertani Organik, Tiga Musim Tanam Tanpa Pupuk Subsidi. Foto: NewsTasikmalaya.com/Andri M

Menghadapi tantangan kelangkaan pupuk subsidi, Herdiat atau yang akrab disapa Mang Endu (55), seorang petani di Ciamis, berhasil membuktikan bahwa bertani ramah lingkungan dengan pupuk organik racikan sendiri adalah solusi nyata yang menguntungkan.

CIAMIS, NewsTasikmalaya.com - Menghadapi tantangan kelangkaan pupuk subsidi, Herdiat atau yang akrab disapa Mang Endu (55), seorang petani di Ciamis, berhasil membuktikan bahwa bertani ramah lingkungan dengan pupuk organik racikan sendiri adalah solusi nyata yang menguntungkan.

Sejak pandemi Covid-19, Mang Endu memutuskan beralih dari ketergantungan pada pupuk anorganik dan obat-obatan kimia. Selama tiga musim tanam berturut-turut, ia menerapkan metode pertanian organik di sawahnya yang terletak di Blok Cikumetir, Lingkungan Bolenglang, Kelurahan Kertasari, Ciamis.

"Saya menggunakan pupuk dan pestisida alami, semuanya hasil racikan sendiri dari daun-daunan. Baik untuk pupuk maupun obat hama," ujar Mang Endu saat ditemui di sawahnya pada Selasa (18/2/2025) pagi.

Salah satu aktivitas rutin Mang Endu adalah melakukan penyerbukan manual dengan menggunakan potongan bambu untuk memastikan bulir padi yang bernas dan minim bulir hampa. Di atas lahan 100 bata atau sekitar 1.400 meter persegi, ia menanam padi secara organik, memanfaatkan pupuk cair hasil fermentasi kotoran hewan (kohe) yang dicampur dengan daun-daunan dan air cucian beras.

Proses fermentasi ini memakan waktu 14 hari dalam drum plastik berkapasitas 200 liter, hingga menghasilkan pupuk cair yang siap disemprotkan ke tanaman padi setiap dua minggu sekali. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari sebelum pukul 09.00 atau sore setelah Asar, dengan syarat cuaca cerah.

"Kalau pakai pupuk kimia, harus keluar uang untuk beli. Harga pupuk subsidi seperti Urea Rp3.000 per kg dan Ponska Rp4.000 per kg. Untuk lahan saya, butuh sekitar 65 kg pupuk kimia, artinya minimal Rp300 ribu sekali musim tanam. Sementara pupuk organik ini gratis, karena saya racik sendiri," jelas Mang Endu.

Lebih dari sekadar penghematan, penggunaan pupuk organik ini juga menjadi langkah konkret dalam menjaga kelestarian lingkungan dan membantu pemerintah mengurangi beban subsidi pupuk.

Tak hanya pupuk, Mang Endu juga membuat insektisida alami dari daun cengkeh, laja, serai, serta tembakau yang difermentasi. Jika serangan wereng coklat (WBC) datang, ia memanfaatkan kulit pohon kamboja yang direndam bersama serai atau tembakau dalam air panas selama 1-2 hari, kemudian air rendaman tersebut disemprotkan ke tanaman padi.

"Banyak bahan alami di sekitar kita yang bisa diolah menjadi insektisida nabati yang efektif," tutur Mang Endu.

Berkat kreativitasnya, ia bersama sejumlah petani di Blok Cikumetir memilih bercocok tanam organik yang lebih irit biaya tetapi tetap menghasilkan panen yang memuaskan. Meski hasil panen organik sedikit lebih rendah dibandingkan metode konvensional, Mang Endu merasa hasil akhirnya lebih menguntungkan.

"Dulu panen 6-7 kuintal per 100 bata dengan pupuk kimia, sekarang sekitar 6 kuintal lebih sedikit dengan pupuk organik. Tapi biaya jauh lebih irit, dan berasnya lebih berkualitas dengan cita rasa khas," pungkasnya.

Saat ini, sawah Mang Endu sedang ditanami varietas padi Tri Sakti hasil inovasi IPB yang telah memasuki fase malai. Dengan bantuan penyerbukan manual, ia optimis akan mendapatkan gabah yang bernas dan minim bulir hampa.

Dengan semangat bertani organik, Mang Endu tidak hanya mendukung swasembada pangan, tetapi juga menjadi inspirasi bagi petani lain untuk beralih ke pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan. 

 

Editor
Link Disalin