Ikuti Kami :

Disarankan:

Budidaya Porang di Ciamis Meredup, H. Sarkum Pilih Bertahan di Tengah Kemunduran

Senin, 21 April 2025 | 19:23 WIB
Budidaya Porang di Ciamis Meredup, H. Sarkum Pilih Bertahan di Tengah Kemunduran
Budidaya Porang di Ciamis Meredup, H. Sarkum Pilih Bertahan di Tengah Kemunduran. Foto: NewsTasikmalaya.com/Istimewa.

Budidaya tanaman porang sempat booming di Kabupaten Ciamis selama masa pandemi Covid-19 tahun 2020 hingga 2022. Saat itu, ratusan petani di 17 dari total 27 kecamatan menggantungkan harapan pada tanaman bernama latin Amorphophallus muelleri tersebut. Bahkan, Ciamis sempat dikenal sebagai salah satu sentra porang di Jawa Barat.

CIAMIS, NewsTasikmalaya.com – Budidaya tanaman porang sempat booming di Kabupaten Ciamis selama masa pandemi Covid-19 tahun 2020 hingga 2022. Saat itu, ratusan petani di 17 dari total 27 kecamatan menggantungkan harapan pada tanaman bernama latin Amorphophallus muelleri tersebut. Bahkan, Ciamis sempat dikenal sebagai salah satu sentra porang di Jawa Barat.

Namun, kejayaan itu tak bertahan lama. Pasca pandemi, harga umbi porang merosot tajam hingga mencapai Rp 3.000 – Rp 4.000 per kilogram. Kondisi ini membuat banyak petani porang gulung tikar. Puluhan hektare lahan porang dibiarkan terbengkalai atau beralih fungsi.

Tak hanya karena harga yang jatuh, rumitnya pemasaran yang sangat bergantung pada pasar ekspor juga menjadi alasan utama para petani enggan melanjutkan budidaya.

Meski mayoritas petani menyerah, masih ada segelintir yang tetap bertahan, salah satunya H. Sarkum, warga Dusun Jagabaya II, Desa Jagabaya, Kecamatan Panawangan. Ia merupakan salah satu perintis budidaya porang di Ciamis.

“Sekarang yang masih bertahan bercocok tanam porang tidak sampai belasan orang,” ujar H. Sarkum saat ditemui di kediamannya, Senin (21/4/2025).

Pada masa kejayaan porang, H. Sarkum mengelola sekitar enam hektare lahan porang yang tersebar di beberapa lokasi, termasuk Dusun Jagabaya I, Blok Pasir Bunut Dusun Jagabaya II, dan Blok Ciembe Desa Panawangan. Namun kini hanya tiga hektare yang masih aktif, berlokasi di Dusun Jagabaya II.

“Ada sekitar tiga hektare yang masih saya kelola. Saat ini sedang bersiap memasuki masa dorman, dan panen diperkirakan sekitar Juni atau Juli. Harapannya harga tetap stabil seperti tahun lalu, yakni Rp 12.000 per kilogram umbi mentah,” tuturnya.

H. Sarkum menuturkan bahwa ia mempelajari teknik budidaya porang langsung dari pelopornya, Mas Paidi, di Madiun, Jawa Timur. Dengan penuh kesabaran, ia masih mampu memanen sekitar 20 ton umbi dari lahan seluas tiga hektare, dengan rata-rata berat umbi mencapai 3 hingga 5 kilogram per buah, meskipun ada juga yang kurang dari 2 kilogram.

Hasil panen tersebut ia jual dalam bentuk umbi mentah ke pabrik pengolahan di Madiun dan Surabaya, tanpa diolah menjadi chips.

“Kalau diolah jadi chips cukup merepotkan, jadi saya jual dalam bentuk mentah saja,” katanya.

Menurutnya, selama masih ada pabrik pengolahan yang beroperasi, peluang untuk bertahan dalam budidaya porang tetap terbuka. 

“Selama industri pengolahannya masih ada, berarti masih ada harapan,” pungkasnya.

Editor
Link Disalin