CIAMIS, NewsTasikmalaya.com – Fakultas Hukum Universitas Galuh (Unigal) Ciamis kembali menunjukkan perannya sebagai pusat kajian hukum progresif. Kali ini dengan menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk Kupas Tuntas RUU Perampasan Aset, yang digelar di Auditorium Rektorat Kampus Pulo Maju Baregbeg, Sabtu (31/5/2025).
Acara yang dihadiri lebih dari 400 mahasiswa ini dibuka langsung oleh Rektor Unigal, Prof. Dr. Dadi, M.Si, yang dalam sambutannya berharap seminar tersebut mampu menjadi titik tolak pemikiran kritis terhadap kebijakan publik di bidang hukum pidana ekonomi.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang hukum dan akademik tingkat nasional, yaitu:
1. Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, SH, M.Hum – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Pidum)
2. Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia
3. Dr. Sigid Suseno, SH – Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Acara ini dimoderatori oleh Dr. Brigita Purnawati Manohara, MH, M.I.Kom, MM, yang dikenal sebagai akademisi sekaligus praktisi hukum komunikasi.
Dalam pemaparannya, Prof. Asep Nana menjelaskan bahwa perampasan aset merupakan bentuk pemulihan hasil kejahatan agar tidak dimanfaatkan kembali untuk kejahatan lanjutan.
"Bukan sekadar hukuman badan, pelaku kejahatan harus dipastikan tidak lagi memiliki sumber daya dari hasil kejahatannya," tegasnya.
Senada dengan itu, Prof. Hikmahanto menyoroti bahwa keberadaan RUU Perampasan Aset sangat penting untuk menekan angka residivis kasus korupsi.
Ia mencontohkan, banyak mantan narapidana korupsi masih bisa tampil kembali di panggung politik karena masih menguasai aset hasil kejahatan.
“Kita tidak hanya perlu menghukum, tetapi juga memiskinkan pelaku korupsi. Asetnya harus disita dan hak politiknya dihapus berdasarkan putusan pengadilan,” tandasnya.
Dr. Sigid Suseno menambahkan bahwa prosedur hukum perampasan aset sering kali terhambat birokrasi dan tarik-ulur politik di parlemen, padahal urgensinya sangat nyata.
Seminar juga membahas kasus perampasan aset yang terkenal pada era Orde Baru. Pada tahun 1977, pemerintah Indonesia berjuang selama 15 tahun untuk merebut kembali dana senilai 45 juta dolar AS milik Kartika Taher, istri muda mantan Dirut Pertamina, H. Taher (alm) yang tersimpan di bank Singapura. Dugaan kuat dana tersebut berasal dari hasil korupsi, karena gaji tahunan Taher hanya 9.000 dolar AS.
Tim khusus yang dipimpin Mayjen Benny Moerdani berhasil menyelesaikan sengketa hukum internasional tersebut, hingga pada tahun 1992 dana itu akhirnya kembali masuk kas negara.
Kasus ini menjadi bukti bahwa perjuangan perampasan aset bukan hanya urusan hukum, tetapi juga membutuhkan keberanian politik dan diplomasi yang kuat.
Melalui seminar ini, Fakultas Hukum Unigal berharap dapat terus berkontribusi dalam pembentukan hukum nasional yang berkeadilan dan responsif terhadap kejahatan kerah putih.
“Kami ingin mahasiswa tidak hanya jadi penonton, tapi pelaku intelektual yang mengawal arah hukum di negeri ini,” ujar Prof. Dadi dalam penutupan sambutannya.