BANJAR, NewsTasikmalaya.com - Pimpinan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Banjar, R. Balya Taufik H. A., memberikan penjelasan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa sejumlah pegawai. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah melalui proses yang sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
"BRI berkomitmen untuk menerapkan prinsip tata kelola yang baik dalam setiap kebijakan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya manusia. Kami memastikan transparansi dan keadilan dalam setiap keputusan yang diambil," ujarnya saat ditemui, Senin (18/2/2025).
Menurut Balya, PHK merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Sebelumnya, BRI telah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti program evaluasi dan pengembangan, seperti Performance Bootcamp.
"Program ini dirancang agar pegawai memiliki kesempatan memperbaiki kinerja dan mencapai target yang telah ditetapkan," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan PHK dilakukan dengan mempertimbangkan aspek hukum dan regulasi yang berlaku. Evaluasi berbasis data menjadi dasar dalam menentukan langkah tersebut agar tetap objektif dan adil.
"PHK adalah bagian dari strategi perusahaan untuk menjaga daya saing dan efisiensi operasional. Kami memastikan bahwa langkah ini dilakukan terhadap pegawai yang tidak memenuhi standar kinerja," tambahnya.
Lebih lanjut, Balya menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak pegawai yang terdampak akan menjadi prioritas. "BRI berkomitmen untuk memastikan hak-hak mereka dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak 26 pegawai tetap dari salah satu bank BUMN Cabang Banjar mengajukan aduan ke Kantor Hukum dan Advokasi Dr. HN. Suryana, S.H., S.Sos., M.H., terkait PHK yang mereka anggap sepihak. Mereka juga mengeluhkan pemblokiran rekening tanpa kejelasan.
Kuasa hukum pegawai, Dr. HN. Suryana, menyatakan bahwa kliennya diberhentikan tanpa melalui prosedur peringatan bertahap (SP1, SP2, atau SP3).
"Ini tidak sesuai aturan. PHK seharusnya melalui mekanisme yang jelas," katanya, Senin (17/2/2025).
Para pegawai yang terdampak adalah Account Officer (AO) atau Mantri yang bertugas di kantor unit bank. Mereka diberhentikan dengan alasan tidak mencapai target, meskipun bukan karena pelanggaran disiplin. Beberapa pegawai yang hampir memasuki masa pensiun juga terkena dampak.
"Ada yang hanya tinggal tiga bulan lagi pensiun, tetapi tetap terkena PHK. Ini keputusan yang tidak manusiawi," ujar Suryana.
Selain itu, para pegawai hanya menerima setengah gaji untuk Januari 2025, meskipun mereka masih bekerja. Rekening mereka juga diblokir, membuat mereka kesulitan mengakses dana pribadi.
"Kami sudah melayangkan somasi tiga kali, tetapi tidak ada respons dari pihak bank. Karena itu, kami akan menempuh jalur hukum," tegas Suryana.
Terkait pesangon, tim hukum menyoroti kebijakan bank yang mengacu pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), sedangkan Undang-Undang Cipta Kerja mengatur pesangon berdasarkan masa kerja.
"Kami akan memperjuangkan hak-hak mereka sesuai aturan yang berlaku," pungkasnya.