TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com - Kebijakan pemerintah yang mengatur libur sekolah selama Ramadan 1446 H/2024 M melalui Surat Edaran Bersama (SEB) tiga menteri menuai tanggapan beragam dari kalangan orang tua siswa.
SEB yang ditandatangani oleh Mendikdasmen Abdul Mu’ti, Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Mendagri Tito Karnavian itu memutuskan bahwa siswa akan melaksanakan kegiatan belajar di rumah selama sepekan pertama Ramadan.
Ardianti (43), seorang wali murid di Kecamatan Cipedes, berharap pemerintah mempertimbangkan libur penuh selama Ramadan. Menurutnya, kegiatan belajar mengajar (KBM) selama bulan puasa bisa diganti dengan aktivitas lain seperti kuliah subuh atau pesantren kilat.
"Mending libur sebulan saja kalau bulan puasa, lebih praktis. Bisa diganti dengan kegiatan seperti pesantren kilat atau mendalami agama," kata Ardianti.
Meski demikian, Ardianti menyatakan akan tetap mengikuti keputusan pemerintah. Ia memahami kebijakan belajar di rumah hanya berlaku seminggu awal Ramadan, meskipun merasa libur sebulan akan lebih membantu orang tua dalam menjalani ibadah puasa.
Di sisi lain, Dame (39), warga Kecamatan Tawang, mendukung kebijakan pemerintah yang hanya meliburkan siswa selama satu minggu. Ia khawatir libur terlalu lama justru membuat anak-anak kehilangan fokus belajar dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget.
"Libur satu minggu awal Ramadan sudah cukup. Kalau libur sebulan, anak-anak bisa lebih sering bermain HP atau tidur. Apalagi bagi anak kelas 6, yang perlu persiapan untuk ujian," ujar Dame.
Dame juga menyarankan agar jika sekolah tetap berlangsung selama Ramadan, jam belajar dipersingkat menjadi setengah hari. Hal ini, menurutnya, akan membantu siswa tetap aktif tanpa mengganggu ibadah puasa.
Kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menyeimbangkan kebutuhan pendidikan dan aktivitas spiritual selama Ramadan.
Meski begitu, pro dan kontra di kalangan orang tua menunjukkan perlunya penyesuaian dan komunikasi lebih lanjut agar kebijakan ini diterima dengan baik oleh semua pihak.