Ikuti Kami :

Disarankan:

Harga Kelapa Melonjak, Industri Galendo Ciamis Mati Suri

Senin, 28 April 2025 | 19:56 WIB
Watermark
Harga Kelapa Melonjak, Industri Galendo Ciamis Mati Suri. Foto: NewsTasikmalaya.com/Andri M

Kenaikan harga kelapa secara drastis sejak awal Ramadhan menghantam keras industri galendo, camilan legendaris khas Ciamis.

CIAMIS, NewsTasikmalaya.com – Kenaikan harga kelapa secara drastis sejak awal Ramadhan menghantam keras industri galendo, camilan legendaris khas Ciamis. Akibatnya, sebagian besar perajin galendo memilih menghentikan produksi, termasuk usaha Mang Endut, ikon galendo di Ciamis.

"Produksi terakhir kami tanggal 27 Maret, tiga hari sebelum Lebaran. Sudah sebulan lebih pabrik tidak beroperasi. Harga kelapa sudah di luar batas kewajaran," ungkap Rohendi alias Mang Endut (72) saat ditemui pada Senin (27/4/2025).

Dalam kondisi normal, pabrik galendo milik Mang Endut di Lingkungan Cilame, Kelurahan Ciamis, membutuhkan sekitar 700 butir kelapa per hari untuk menghasilkan galendo, minyak kletik, dan virgin coconut oil (VCO). Kelapa berkualitas ini biasanya didapat dari petani di sekitar Ciamis hingga Banjarsari.

Namun sejak awal Maret, harga kelapa meroket dari Rp2.000–Rp2.500 per butir menjadi Rp4.800 per butir, dan terus naik hingga mencapai Rp9.000 per butir menjelang Idul Fitri. Bahkan, kabar terbaru menyebut harga kelapa kini menembus Rp12.000 per butir. Tak hanya mahal, pasokan kelapa pun semakin sulit didapat.

Mang Endut sempat memaksakan produksi menjelang Lebaran, meski dengan volume sangat terbatas. Jika biasanya ia mampu menyediakan 1,5 hingga 2 ton galendo berbagai varian, tahun ini stok hanya mencapai 500 kilogram, itupun langsung habis terserap pasar.

"Sekarang di saung galendo kami, baik di Cilame maupun di Cijantung, galendo sudah benar-benar kosong. Toko tetap buka, tapi hanya menjual oleh-oleh khas Ciamis lainnya," keluhnya.

Ketiadaan galendo juga memukul omset. Saung Galendo di jalur nasional Ciamis-Banjar, yang biasanya diserbu hingga 60 bus wisata setiap akhir pekan, kini hanya disinggahi sekitar 12 bus. Banyak pengunjung kecewa dan batal berbelanja karena produk andalan tidak tersedia.

Tak hanya usaha Mang Endut, tiga mitra perajin galendo lainnya pun ikut menghentikan produksi. Empat tungku besar di pabrik Mang Endut kini dibiarkan dingin, dan 12 pekerja harus dirumahkan sementara.

"Kami berharap harga kelapa bisa kembali normal. Minimal Rp5.500 per butir, agar produksi bisa kami jalankan lagi," tutur Mang Endut, yang telah menekuni usaha galendo sejak 1980-an.

Tak berhenti di sektor camilan tradisional, lonjakan harga kelapa juga memukul usaha rumah makan Padang di Ciamis. Buyung, pemilik sebuah rumah makan Padang di Kertasari, mengeluhkan harga santan siap pakai yang melonjak tajam dari Rp15.000 per kilogram menjadi Rp40.000 per kg. 

"Menu Padang kan banyak pakai santan. Mau tak mau, kami kena imbas juga. Ini benar-benar berat," kata Buyung.

Jika harga kelapa tidak segera terkendali, tradisi kuliner khas Ciamis seperti galendo bisa terancam punah, dan sektor kuliner berbasis santan lainnya pun terancam goyah.

 

Editor
Link Disalin