TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com - Kuasa hukum tersangka AY dalam kasus korupsi penyimpangan kredit bank pelat merah di Tasikmalaya, Dr. Nana, memberikan tanggapan terkait proses hukum yang sedang berlangsung.
Ia menyoroti persoalan fungsi pengawasan internal bank sebagai salah satu penyebab utama terjadinya dugaan tindak pidana ini.
Dr. Nana mempertanyakan lemahnya fungsi pengawasan di berbagai tingkatan manajemen bank, mulai dari cabang hingga kantor wilayah. Menurutnya, sistem peringatan dini (warning system) dan pengawasan yang efektif seharusnya mampu mencegah penyimpangan.
"Fungsi pengawasan di cabang, di kantor wilayah, itu ada tingkatan-tingkatannya. Kalau sistem pengawasannya berjalan, kasus seperti ini tidak akan terjadi. Kunci bank itu ada di pengawasan," ujar Dr. Nana, saat ditemui usai Konferensi Pers di Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya, Rabu (20/11/2024).
Ia juga menilai bahwa peran manajer dalam kasus ini tidak seharusnya dijadikan fokus utama, mengingat manajer hanya bertugas menerima laporan berdasarkan Surat Keputusan (SK).
"Manajer itu tidak berhadapan langsung dengan nasabah. Yang berhubungan langsung adalah mantri dan kepala unit," tambahnya.
Dr. Nana pun menyinggung pentingnya membedakan antara persoalan kredit macet sebagai ranah perdata dengan dugaan penyalahgunaan wewenang.
"Kalau keputusan kredit dijadikan tindak pidana, berapa ribu kasus kredit macet yang akan muncul di Indonesia? Ini kurang fair," tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Nana menyatakan bahwa kejadian ini harus menjadi peringatan bagi bank untuk meningkatkan fungsi audit dan pengawasan internal. Menurutnya, jika sistem pengawasan internal bank berjalan efektif, potensi penyimpangan dapat diminimalkan.
"Kejaksaan memang bertugas melakukan penyidikan, tetapi kuncinya tetap ada di bank. Kalau fungsi pengawasan dan audit internal mereka berjalan, kasus pembobolan ini tidak akan terjadi," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tasikmalaya menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kredit yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp4,6 miliar.
Para tersangka, termasuk AY, yang menjabat sebagai Manajer Bisnis Mikro, diduga menyetujui pengajuan kredit yang tidak memenuhi syarat.
Pihak Kejari menegaskan akan terus menyelesaikan kasus ini hingga tuntas untuk memastikan tidak ada lagi praktik korupsi yang merugikan negara, sekaligus menjadi peringatan bagi lembaga keuangan agar lebih berhati-hati dalam proses pengajuan dan pencairan kredit.