TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com – Di tengah seruan efisiensi dari pemerintah pusat, Pemerintah Kota Tasikmalaya justru disorot karena ketidakselarasan antar kebijakan internal.
Wali Kota Tasikmalaya, Viman Alfarizi Ramadhan, mendapat apresiasi publik usai memutuskan untuk mengalihkan anggaran pembelian mobil dinas sebesar Rp 3,6 miliar menjadi pengadaan sarana kebersihan. Namun, di saat bersamaan, BPKAD Kota Tasikmalaya kedapatan membeli tiga unit mobil dinas senilai Rp 2,2 miliar.
Langkah Wali Kota Viman sebelumnya menuai pujian karena dianggap menunjukkan kepekaan terhadap kondisi masyarakat. Ia mengalokasikan dana yang semula untuk mobil dinas, menjadi pembelian 30 bak kontainer, 85 dustbin, dan 3 unit dump truck guna mendukung kebersihan kota.
“Kontainer ini akan kami tempatkan di titik-titik strategis agar pengelolaan sampah lebih maksimal,” ujar Viman dalam pernyataan sebelumnya.
Namun, belakangan terungkap bahwa Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tasikmalaya justru membeli tiga unit mobil Toyota Innova dengan total anggaran Rp 2,2 miliar. Rinciannya, satu unit Toyota Innova Zenix 2.0 Q HV Modelista CVT TSS dan dua unit Innova Zenix 2.0 G CVT.
Kepala Bidang Aset BPKAD, Hj Yeni Mulyani, membenarkan pengadaan mobil tersebut. Namun, ia enggan menjelaskan untuk siapa mobil-mobil itu diperuntukkan.
“Semuanya tipe Innova. Soal penggunaannya, itu kebijakan pimpinan,” jawab Yeni melalui pesan WhatsApp, Minggu (18/5/2025).
Kebijakan BPKAD ini langsung menuai kritik keras dari aktivis antikorupsi. Ketua Pergerakan Masyarakat Anti Korupsi (Pemantik), Irwan Supriadi alias Iwok, menilai pembelian mobil tersebut mencederai semangat efisiensi anggaran yang sedang digaungkan pemerintah.
“Saat masyarakat masih bergulat dengan sampah, banjir, kemiskinan, dan pengangguran, pembelian mobil dinas senilai miliaran rupiah ini terasa seperti tamparan,” kata Iwok.
Iwok menyayangkan langkah Wali Kota Viman yang progresif justru tercoreng oleh tindakan BPKAD. Ia menilai pembelian ini menunjukkan gaya hidup birokrasi yang mewah dan tidak berpihak pada realitas warga.
“Jika benar digunakan untuk Ketua dan Wakil Ketua TP PKK serta Sekretaris Daerah, pertanyaannya: apakah itu prioritas mendesak di tengah krisis saat ini?” cetusnya.
Lebih lanjut, ia menyebut tindakan BPKAD sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap suara rakyat. “BPKAD seperti hidup di dimensi berbeda. Gaya hidup birokrat yang jauh dari rakyat inilah yang memperlebar jurang kepercayaan,” tegasnya.
Iwok pun mendesak agar pemborosan anggaran seperti ini dihentikan. Ia menuntut BPKAD bertanggung jawab dan menyerukan hadirnya birokrasi yang lebih empatik.
“Kita tak butuh birokrat yang hanya pandai menyusun anggaran. Kita butuh mereka yang mendengar dan merasakan denyut kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.