TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com - Sebuah pemandangan yang tidak biasa terlihat di Kampung Leles Girang, Desa Kurniabakti, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, pada Selasa (27/8/2024) pagi.
Puluhan warga, yang sebagian besar merupakan lanjut usia, tampak berjalan beriringan menuju area persawahan untuk mengambil air bersih. Kondisi ini sudah berlangsung selama dua bulan, dampak dari kemarau panjang yang melanda daerah tersebut.
Warga terpaksa menempuh perjalanan ratusan meter dari pemukiman mereka menuju jamban yang terletak di lereng bukit, satu-satunya sumber air yang masih tersedia.
Medan yang curam dan sulit dilalui menambah beban perjalanan ini, terutama bagi para lansia yang harus ekstra hati-hati membawa ember dan wadah lainnya untuk menampung air.
Setibanya di jamban, mereka tidak bisa langsung mengambil air karena tempat tersebut juga digunakan sebagai area mandi.
Warga harus menunggu giliran agar tidak mengganggu privasi orang lain yang sedang mandi di sana, mengingat fasilitas ini tidak dilengkapi penutup. Kondisi ini memaksa mereka untuk sabar menanti sebelum bisa mendapatkan air.
Setelah memperoleh air yang hanya cukup untuk satu ember, warga kembali menapaki jalanan curam dan licin untuk membawa air tersebut ke rumah masing-masing. Selain mengambil air dari jamban, beberapa warga juga menggunakan air dari kolam ikan untuk kebutuhan mandi, meskipun kualitasnya tidak layak karena sering kali keruh dan kotor.
Fitri, salah seorang warga yang tengah mengantre, menceritakan rutinitasnya sehari-hari. Setiap hari, ia bersama warga lainnya harus berjalan jauh demi mendapatkan air bersih untuk minum dan mandi. Fitri mengungkapkan bahwa sumur di rumahnya sudah kering sejak dua bulan lalu.
"Kami harus antre setiap hari untuk mandi dan mengambil air. Air minum pun kami dapatkan dari jamban. Saat musim kemarau, air pasti mengering, dan sumur di rumah sudah tidak ada airnya lagi," ungkapnya.
Ketua RW setempat, Arman, menjelaskan bahwa hampir semua sumur di kampung tersebut telah mengering selama musim kemarau ini. Kondisi ini bukanlah hal baru, melainkan sudah menjadi masalah tahunan yang terus berulang.
"Setiap musim kemarau, meskipun warga memiliki sumur, hampir semuanya mengering. Akibatnya, mereka harus ke jamban setiap hari untuk mendapatkan air," kata Arman.
Arman menambahkan bahwa jamban yang terletak di area persawahan tersebut sering menjadi pilihan warga untuk mendapatkan air bersih. Sumber air ini berasal dari mata air di kaki bukit, sehingga meskipun sederhana, airnya masih layak untuk diminum.
"Jamban ini menjadi solusi bagi warga untuk kebutuhan air sehari-hari. Airnya berasal dari mata air, jadi meskipun digunakan untuk mandi, airnya masih bisa diminum. Daripada harus membeli air galon seharga 5 ribu rupiah yang bisa boros jika digunakan setiap hari, warga lebih memilih memanfaatkan jamban ini," jelasnya.
Arman juga menyampaikan bahwa sekitar 50 kepala keluarga saat ini mengalami krisis air bersih. Ia berharap Pemerintah Desa dapat membantu dengan membangun sumur bor, menara air, serta fasilitas WC umum untuk warga.
"Kami sangat berharap pemerintah dapat memberikan bantuan dengan membangun sumur bor dan menara air yang bisa digunakan oleh semua warga. Semoga Pemerintah Desa bisa segera mengupayakan solusi untuk krisis air di sini," harapnya.