TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com - Enam bulan pasca Konferensi Cabang (Konfercab) ke-XLI Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tasikmalaya, berbagai dinamika organisasi masih belum menemukan kejelasan.
Formateur terpilih, Nazmi Nurazkia dari Komisariat STIA YPPT Priatim, dikritik karena dinilai kurang komunikatif dan tertutup dalam menyelesaikan persoalan organisasi.
Ketua Umum HMI Komisariat Institut Agama Islam Tasikmalaya (IAIT), M. Idham Nahdi J, menyatakan bahwa seorang formateur seharusnya menunjukkan kepemimpinan yang bijaksana, transparan, dan berorientasi pada kepentingan umum, bukan hanya sektoral.
"Formateur harus mampu mencerminkan nilai-nilai kebijaksanaan, komunikasi positif, transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Jangan sampai hanya mengutamakan kepentingan sektoral atau bisikan dari lingkaran negatif," ujar Idham dalam rilis yang diterima, pada Kamis (23/1/2025) pagi.
Menurut Idham, nilai independensi yang menjadi sifat HMI seharusnya menjadi pedoman utama dalam memimpin organisasi. Langkah kepemimpinan harus diarahkan pada kemaslahatan umum dan menghindari pengaruh negatif dari luar organisasi.
Krisis kepemimpinan ini, lanjut Idham, berdampak serius pada proses kaderisasi, yang merupakan inti dari HMI. Komisariat sebagai basis perkaderan menghadapi banyak hambatan akibat ketidakjelasan kepemimpinan di tingkat cabang.
"Kaderisasi adalah ruh dari HMI. Agenda pengembangan individu untuk melahirkan insan cita yang dapat berkontribusi dalam masyarakat madani justru terhambat," jelas Idham.
Ia juga menyoroti pentingnya memahami dan menjalankan tujuan, fungsi, dan sifat organisasi yang termaktub dalam Anggaran Dasar HMI. Menurutnya, inkonsistensi terhadap prinsip-prinsip konstitusi organisasi akan merugikan HMI secara keseluruhan.
"Dalam situasi seperti ini, penting bagi formateur dan timnya untuk kembali ke jalur yang sesuai dengan AD/ART HMI, agar persoalan organisasi dapat segera diselesaikan dengan baik," pungkasnya.
Hingga kini, HMI Cabang Tasikmalaya masih menghadapi tantangan besar dalam menyelesaikan konflik internal yang menghambat agenda-agenda strategis organisasi, terutama dalam membangun kembali soliditas dan fokus pada pengembangan kader.